Apakah Saham Halal atau Haram ?

Pasar modal memiliki begitu banyak instrumen investasi, berbagai jenis instrumen investasi ini dapat dijadikan oleh masyarakat sebagai sarana untuk menghasilkan uang melalui investasi itu sendiri. Salah satu instrumen investasi di dalam pasar modal yang paling banyak dikenal masyarakat luas yaitu saham. Surat tanda kepemilikan suatu perusahaan ini merupakan instrumen yang paling banyak menarik minat investor, hal ini dapat diketahui melalui tingginya tingkat penanaman modal dalam bentuk saham di tengah-tengah masyarakat. Tingginya minat investor untuk berinvestasi dalam bentuk saham, tidak dapat dijadikan langsung sebagai acuan bahwa saham tersebut mutlak diterima oleh semua kalangan masyarakat tanpa terkecuali. Kontra terhadap saham terjadi pada sebagian kalangan masyarakat yang meragukan kehalalan surat tanda kepemilikan suatu perusahaan ini. Melalui artikel ini kita akan membahas apakah saham itu halal atau haram.

Sebelum membahas apakah saham itu halal atau haram, hal pertama yang patut diketahui terlebih dahulu adalah pengertian dari saham itu sendiri. Saham adalah satuan nilai atau pembukuan dalam berbagai instrumen finansial yang mengacu pada bagian kepemilikan sebuah perusahaan. Sedangkan mekanisme kerjanya tidak jauh berbeda dengan mekanisme pasar dalam artian sesungguhnya. Mekanismenya diawali dengan penerbitan saham oleh perusahaan yang sudah Go-Public melalui Bursa Efek Indonesia kemudian calon investor akan melakukan pembelian saham melalui sekuritas atau perantara dalam jual beli saham. Harga saham itu sendiri dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya permintaan dan penawaran calon investor terhadap saham tersebut. Semakin banyaknya peminat pada suatu saham, maka harga saham tersebut akan meningkat sesuai dengan hukum permintaan dan begitupun sebaliknya, ketika penawaran banyak sedangkan permintaan sedikit akan menyebabkan harga saham turun sesuai dengan hukum penawaran.

Saham bisa dikatakan haram jika memenuhi 4 kondisi, dengan rujukan utama pada prinsip-prinsip Islam di dalam pasar modal, yakni hukum (syariah) Islam yang terdiri atas Alquran, sunah dan hadits,  ijma  dan  qiyas. Adapaun 4 kondisi yang menyebabkan saham suatu saham dikatakan haram yaitu:

Riba

Secara harfiah riba diartikan sebagai kelebihan ( excess ), tambahan ( addition ), kenaikan ( increase ), dan pertumbuhan ( growth ). Dalam konteks pasar modal, riba adalah suatu tambahan transaksi dalam efek yang ditetapkan atau diperjanjikan di depan dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari transaksi tersebut. Dalam konteks pasar modal syariah, ada dua jenis transaksi yang menjadi sumber riba, yakni transaksi utang-piutang (pinjam-meminjam) dan transaksi jual-beli.

Gharar

Gharar  dapat diartikan sebagai penipuan ( khid’ah ) atau ketidakjelasan atau ketidakpastian ( jahalah ). Dengan begitu  gharar  dapat diartikan sebagai ketidakpastian, ketidakjelasan atau ambiguitas. Fatwa DSN-MUI N0.80 menegaskan  gharar  adalah ketidakpastian dalam suatu akad, baik mengenai kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan objek akad. Dengan demikian dipastikan bahwa saham syariah itu tidak bersinggungan sama sekali dengan  gharar .

Maisir dan Qimar

Judi permainan ( maisir ) dan judi taruhan ( qimar ) mendapat tekanan khusus dalam pasar modal syariah. Secara harfiah  maisir  diartikan sebagai untung-untungan, manipulasi atau penipuan. Dalam konteks transaksi  muamalah maisir  diartikan sebagai judi yang berbentuk permainan, sedangkan  qimar  itu judi yang berbentuk taruhan.

Ketidakhalalan Barang

Kehalalan barang atau jasa itu sangat penting dalam pandangan Islam. Halal sama artinya tidak haram. Sesuatu yang haram biasanya karena barang atau jasa tersebut memang diharamkan ( haram Li-dzatihi ), seperti riba, babi, hal yang memabukkan, bangkai binatang (selain ikan dan sebagainya). Sesuatu yang haram juga karena barang atau jasa itu bukan zatnya ( haram Li-ghairihi ) dan karena barang atau jasa itu memberikan dampak negatif ( mudharat ).

Berikut terdapat jenis-jenis transaksi saham yang dapat dikatakan haram, berdasarkan 4 kondisi yang diatas:

Trading dengan sistem Margin (Bai’ al-Hamisy)

Jenis transaksi saham ini dilakukan dengan meminjam sejumlah dana ke perusahaan sekuritas dengan ketentuan bunga sekian persen dalam jangka waktu tertentu dan ditetapkan diawal. Bentuk transaksi saham pertama ini jelas-jelas haram karena mengandung unsur riba dimana sekuritas mengambil bunga dari dana transaksi yang digunakan si investor. (Keputusan Ketua Bapepam nomor Kep-07/PM/1997, peraturan Nomor IV.B.1 pada nomor 12.h.). Apabila kita memiliki keinginan untuk  berinvestasi dalam bentuk saham dan terhindar dari sistem seperti ini, buatlah akun saham yang syariah, dengan demikian transaksinya hanya menggunakan sistem reguler dimana dana harus tersedia sebelum transaksi dilakukan.

Short selling (Bai’ al-Ma’dum)

Dalam bahasa Indonesia ini dinamakan dengan ‘jual kosong’, yaitu sitem transaksi saham dengan cara menjual saham yang belum dimiliki pada harga tinggi (tanpa membeli terlebih dahulu) dan membelinya kembali pada saat harga turun. Sedang dana yang digunakan atau saham yang dipinjam pada sekuritas dalam bentuk margin atau pinjaman dan karena pada saat trader menjual saham ia belum memilikinya maka ia harus menebusnya. Solusinya yaitu dengan membeli kembali saham tersebut pada saat harganya turun. Keuntungan dari transaksi ini adalah selisih harga penurunannya.

Transaksi Indeks Saham

Transaksi ini jelas sekali keharamannya, disebabkan hal yang ditransaksikan sama sekali bukan dari sahamnya langsung, melainkan hanya nilai dari indeks sahamnya yang mana ini sama sekali tidak mewakili kepemilikan seseorang pada suatu perusahaan. Bentuk trading seperti ini adalah maisir, sehingga haram dilakukan. Terutama karena indeks bukan komoditi dan bentuknya hanya jual beli semu.

Kesimpulannya 

 Apabila transaksi saham yang dilakukan tidak memenuhi 4 kondisi yang telah dijabarkan diatas maka saham tersebut dapat diakatakan halal. Berdasarkan pada Fatwa No. 80/DSN-MUI/III/2011, investasi saham di Bursa Efek Indonesia dianggap sesuai syariah Islam apabila hanya melakukan jual beli saham syariah dan tidak melakukan transaksi yang dilarang secara syariah seperti; transaksi spekulatif , transaksi yang dilakukan tanpa menggunakan analisis, riset atau pengetahuan. Pada dasarnya semua yang dilakukan dikembalikan pada tujuan investor masing-masingnya. Apabila tujuannya untuk melakukan hal yang baik dengan cara yang baik serta sesuai dengan ketentuan agama, maka hasilnya pun tidak akan bertentangan dengan syariat agama yang ada.